Perlunya Majelis Permusyawaratan Kampung

musyawarah_clipart

Semenjak Rukun Kampung (RK) dibagi menjadi beberapa Rukun Warga (RW), ternyata membawa dampak yang signifikan dalam pengelolaan kampung. Pengelolaan kampung yang semula mencakup seluruh wilayah kampung dalam satu kepengurusan (dahulu Pengurus RK), maka dengan dibentuknya RW oleh Pemerintah, mengandung konsekuensi dan dampak bagi tata kelola kampung yang lebih spesifik karena terbaginya wilayah kampung menjadi beberapa wilayah RW tersebut.

Kampung Karanganyar yang dulunya merupakan satu kesatuan wilayah dalam tata kelolanya pada perkembangan selanjutnya terbagi menjadi 4 wilayah Rukun Warga (RW) setelah terbitnya Peraturan Pemerintah melalui Permendagri No.7/1983 tentang pembentukan RT dan RW.

Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) yang dibentuk berdasarkan Permendagri tersebut adalah organisasi masyarakat yang di akui dan di bina oleh Pemerintah untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan di dalam masyarakat Indonesia yang berdasarkan kegotong-royongan dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran tugas Pemerintah dalam pembangunan dan kemasyarakatan di Desa dan Kelurahan. Rukun Warga (RW) adalah pembagian wilayah di Indonesia dibawah Dusun (Kampung) atau Lingkungan. RW bukanlah termasuk pembagian administrasi pemerintah dan pembentukannya adalah melalui Musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan masyarakat yang ditetapkan oleh Desa atau Kelurahan. Rukun Warga (RW) dipimpin oleh seorang Ketua RW yang dipilih oleh warganya dimana sebuah RW terdiri atas sejumlah Rukun Tetangga (RT).

Dalam ketentuan / peraturan RW dan RT berdasarkan Permendagri no 7/ 1983 disebutkan:

BAB I : Ketentuan Umum, pasal 1, ayat 1 : Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai kebutuhan dan merupakan Mitra pemerintah Desa dan Lurah dalam memberdayakan masyarakat.

Pada ayat 9: Rukun Warga (RW) sebutan lainnya adalah bagian dari Lurah dan merupakan Lembaga yang di bentuk melalui musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh pemerintah Desa atau Lurah. Dalam

BAB IV pasal 7 : Jenis lembaga kemasyarakatan terdiri dari – Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa atau Kelurahan ( LPMD/LPMK ). – tim penggerak PKK desa/kelurahan – RW/RT – Karang Taruna – lembaga kemasyarakatan lainnya.

Pasal 15 : RW/RT dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 mempunyai fungsi – Pendataan Kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintah lainnya.- Pemeliharaan keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar warga – Pembuat gagasan dalam pelaksanaan pembangunan, – Penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat wilayahnya.

Dengan terbaginya Kampung Karanganyar menjadi 4 RW (RW 16, 17, 18 dan 19) yang secara resmi dikukuhkan pada tanggal 31 Januari 1989, maka pengelolaan kampung selanjutnya ditangani oleh masing-masing pengurus RW. Hal yang patut menjadi perhatian khususnya bagi warga masyarakat Karanganyar adalah nilai-nilai yang sudah tertanam dan menjadi perilaku kehidupan bermasyarakat di Kampung Karanganyar harus menjadi fondasi yang kokoh dan mengakar dalam pengelolaan Kampung oleh masing-masing pengurus RW. Selain itu tatanan kehidupan bermasyarakat yang telah terbentuk dan menjadi tradisi baik yang tidak menyalahi norma dan aturan agama dan telah berlaku dari waktu ke waktu harus dipertahankan agar dapat diwariskan kepada generasi penerus di tengah dinamika zaman yang selalu mengalami perubahan di segala aspek kehidupan. Poin tersebut menjadi tugas bersama seluruh pengurus RW dan RT di wilayah Kampung Karanganyar agar tatanan dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat dalam segala aspeknya yang telah terbentuk sekian lama dapat dipertahankan dan dikembangkan menjadi lebih baik lagi.

Agar tugas bersama ini dapat dilaksanakan secara sinergi antar pengurus dan berlangsung secara berkesinambungan, ada sebuah wacana yang mungkin perlu dipertimbangkan agar cita-cita dan harapan para pendahulu untuk menjadikan Kampung Karanganyar menjadi Kampung yang lebih baik dapat dilaksanakan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Wacana yang dimaksud adalah perlunya sebuah pertemuan rutin antar pengurus wilayah (RW dan RT) beserta organisasi yang berada di wilayah Kampung Karanganyar, khususnya di teritorial wilayah RW 16 dan RW 17, antara lain Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan segenap ortomnya, Takmir Masjid dan Musholla. Dalam hal ini dapat di usulkan sebuah nama yaitu “Majelis Permusyawaratan Kampung (MPK)”. Pertemuan rutin yang disebut dengan MPK ini dapat menjadi sebuah “wadah” yang beranggotakan pengurus Inti masing-masing organisasi yang ada dengan tugas utama atau misinya adalah membina kehidupan bermasyarakat di antara seluruh warga serta menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Diharapkan pengurus yang menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Kampung ini bebas nilai, artinya sudah tidak terikat lagi dengan embel-embel pengurus RW atau RT dan sebagainya (ini harus ditanamkan secara kuat dalam benak masing-masing) sehingga dapat duduk bersama untuk memikirkan kemaslahatan masyarakat dan umat di Kampung Karanganyar. Selain itu, MPK tidak memerlukan struktur kepengurusan, karena yang duduk bersama dalam majelis ini di istilahkan dengan “anak-anak kampung” yang ingin membangun Kampung Karanganyar menjadi kampung yang dalam istilah agama sebagai kampung yang Baldatun Thoyyibatun warobbun Ghofur. Bahkan mungkin dalam Majelis tersebut nanti dapat dikembangkan lebih jauh dengan agenda untuk bersama-sama melakukan penataan wilayah secara fisik yang dapat menyatukan seluruh warga misalnya kegiatan kerja bakti massal dengan cara menggilir area atau tempat yang dijadikan obyek kerja bakti secara berkala yang waktunya dapat di atur sesuai kesepakatan. Insya Allah hal ini akan semakin mengeratkan ukhuwwah di antara warga Kampung Karanganyar.

Agar dapat terlaksananya “ngen-ngen” ini, perlu ada kesepakatan terlebih dahulu dari para pemangkukarso, sehingga hal-hal yang bersifat teknis akan lebih mudah dilakukan bilamana MPK ini telah terbentuk dan gagasan maupun ide-ide yang bersifat membangun akan menggulir dengan sendirinya di Majelis ini.

Karena Kampung Karanganyar secara utuh meliputi 4 wilayah RW dan nampaknya selama ini wilayah RW 18 dan 19 hampir tidak pernah ada komunikasi dengan wilayah RW 16 dan 17, maka wacana MPK ini dapat dilaksanakan di wilayah RW 16 dan RW 17 karena 2 wilayah ini memiliki sebuah riwayat sejarah yang sama (https://rw16karanganyar.wordpress.com/sejarah/). Bilamana hal ini dapat terwujud, akan dapat diwariskan bagi generasi mendatang untuk keberlangsungan hidup bermasyarakat yang sudah tertata dengan baik sehingga tidak tergerus oleh perubahan zaman yang dapat melunturkan nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh para pendahulu Kampung ini.

Wallaahua’lam bishawab

Pembuatan Perkam (Peraturan Kampung)

Tulisan mengenai pembuatan peraturan kampung ini pernah ditayangkan beberapa bulan yang lalu dan kembali diketengahkan mengingat segi pentingnya suatu peraturan yang perlu ada dalam suatu wilayah atau kampung. Terlebih-lebih apabila suatu wilayah atau kampung telah semakin berkembang dan semakin heterogen dengan bertambahnya warga dari luar yang menetap yang tentu saja sedikit banyak akan ada budaya  maupun “model” lain dalam perikehidupan bermasyarakat yang ikut terbawa masuk sehingga dapat menimbulkan interferensi dengan budaya atau tatanan masyarakat yang sudah ada.

Tulisan ini dimunculkan kembali bukan berarti seolah-olah “Ngoyak-oyak” atau “Ngoprak-oprak” pengurus kampung, khususnya pengurus yang ada di RW 16 Karanganyar termasuk pengurus RT-nya, namun dimaksudkan untuk bersama-sama menyadari betapa pentingnya sebuah wilayah yang sudah berkembang demikian baik dengan didukung adanya aturan tertulis yang komprehensif, terpadu dan terintegrasi dalam sebuah sistem peraturan sehingga akan menjadi fondasi yang cukup kuat dalam melaksanakan pengelolaan wilayah. Terlebih lagi wilayah yang terlihat sangat berkembang akan menjadi perhatian dari fihak lain maupun pemerintah baik di tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten maupun Provinsi, bahkan di tingkat Negara.

Tulisan yang pernah dimuat di blog ini pada bulan Mei 2012 yang lalu ditayang kembali untuk mengingatkan seluruh civitas kampung berikut seluruh warga untuk bersama-sama “nyengkuyung” keberadaan kampung yang semakin lengkap dengan peraturan-peraturan yang ada sebagai dasar dalam pengelolaan dan membina kampung ini menjadi wilayah yang semakin bersahaja.

Tulisan lengkap wacana mengenai Peraturan Kampung (Perkam) tersebut dapat dibaca di bawah ini:

Beberapa pekan di bulan Mei ini, ada beberapa warga dan pengurus RT di RW 16 Karanganyar yang mewacanakan adanya peraturan kampung yang diwujudkan secara tertulis di RW 16, bahkan sudah ada yang menanyakan langsung kepada Ketua RW apakah bisa direalisasikan. Adanya isu dan wacana dari beberapa warga yang memandang perlu adanya peraturan kampung di RW 16 tersebut, tulisan di bawah ini mungkin dapat sedikit memberi sumbang saran dalam mewujudkan peraturan kampung di RW 16 Karanganyar.

Peraturan Kampung merupakan produk hukum yang dibuat oleh perangkat pengurus yang berada pada suatu kampung. Ditetapkan oleh kepala kampung setelah memperoleh persetujuan bersama Badan Perwakilan Kampung yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan kampung. Peraturan kampung dapat dianggap sebagai penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing suatu kampung. Sehubungan dengan hal tersebut, sebuah Peraturan kampung dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam proses pembentukannya, Peraturan kampung membutuhkan partisipasi masyarakat agar hasil akhir dari Peraturan Kampung dapat memenuhi aspek keberlakuan peraturan tersebut dan dapat dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa masukan dan sumbang pikiran dalam perumusan substansi Peraturan kampung yang akan dibuat. Hal ini sangat sesuai dengan butir-butir konsep sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Sudikno Mertokusumo bahwa hukum atau perundang-undangan akan dapat berlaku secara efektif apabila memenuhi tiga daya laku sekaligus yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis. Disamping itu juga harus memperhatikan efektifitas/daya lakunya secara ekonomis dan politis.

Sebetulnya membuat Peraturan Kampung tidak terlalu sulit. Apalagi kalau kampung tersebut telah memiliki visi dan misi yang jelas, tentu akan lebih memudahkan dalam konsepsinya. Embrionya dapat digali dari warga masyarakat yang menghendaki ke arah mana pri-kehidupan bermasyarakat dalam suatu kampung akan dibawa. Oleh karena itu, menjadi bijaksana apabila dalam pembuatan peraturan kampung melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Beberapa peraturan kampung yang dianggap perlu ada khususnya di wilayah RW 16 Karanganyar sebagai pengembangan Peraturan Kampung yang sudah ada antara lain:

  1. Peraturan mengenai hak dan kewajiban pengurus dan warga terhadap kampung.
  2. Peraturan yang berkaitan dengan tata kelola organisasi intra kampung dan pengelolaan anggaran.
  3. Peraturan tanggap darurat (termasuk SOP dalam hal terjadi situasi yang gawat, misal bencana alam seperti gempa bumi, banjir, kebakaran dsb).
  4. Peraturan Kamtibmas (termasuk SOP dalam hal terjadi suatu perkara kejahatan atau penyalahgunaan obat-obat terlarang maupun psikotropika).
  5. Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan perlindungan terhadap flora dan fauna.
  6. Peraturan tentang kerjasama dengan fihak lain (MOU).
  7. Peraturan tentang pemanfaatan aset kampung dan barang inventaris oleh warga dan fihak lain dari luar kampung.
  8. Peraturan mengenai Hak dan Perlindungan Terhadap Anak.
  9. dan peraturan lainnya yang dianggap perlu sesuai dengan kondisi wilayah dan kultur masyarakat.

Terkait dengan hal tersebut di atas, RW 16 Karanganyar sebagai wilayah yang mulai nampak berbenah diri, sudah masanya memiliki sebuah peraturan kampung yang komprehensif, terpadu dan terintegrasi sebagai dasar dalam pengelolaan kampung. Peraturan kampung ini di wilayah RW 16 Karanganyar sudah sangat diperlukan mengingat wilayah ini semakin berkembang mengikuti arus zaman. Tata nilai yang telah berlaku di tengah-tengah masyarakat dari waktu ke waktu serta dianggap sebagai tata nilai yang baik dan ditaati oleh warga masyarakat dan menjadi “paugeran” tidak akan pupus dan tergerus oleh arus zaman dengan adanya peraturan kampung yang diwujudkan secara tertulis. Oleh karena itu, produk peraturan yang dihasilkan di wilayah ini harus selaras dengan tata nilai yang berlaku di tengah masyarakat, sebagaimana pandangan seorang ahli hukum Roscoe Pound (1954) yang teori-teorinya mengenai hukum memiliki peran dalam pembentukan hukum di Indonesia. Pound menyatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur yang hidup dalam masyarakat harus senantiasa memajukan kepentingan umum. Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum di masyarakat yang kemudian dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Pandangan Pound ini memuat penekanan pada arti dan fungsi pembentukan hukum. Disinilah awal mula dari fungsi hukum sebagai alat perubahan sosial. Dengan demikian hukum (dalam hal ini Peraturan Kampung-pen) bagi Roscoe Pound merupakan alat untuk membangun masyarakat (law is a tool of social engineering).

Agar selaras dengan paparan di atas dan pandangan ahli hukum tersebut, dalam pelaksanaannya, pembuatan peraturan di RW 16 dapat dimulai dari inisiatif pengurus untuk menggali tata nilai apa saja yang berlaku di masyarakat, baik dari sisi filosofis, yuridis maupun sosiologis. Secara teknis, pengurus perlu merujuk pada peraturan kampung yang telah ada, karena peraturan yang telah ada dapat dijadikan dasar awal mengingat peraturan tersebut dibuat oleh para tetua kampung dan pengurus kampung terdahulu (pada waktu itu Karanganyar masih menyatu dalam bentuk Rukun Kampung atau RK, belum terbagi menjadi beberapa wilayah administratif Rukun Warga seperti sekarang). Perlunya merujuk peraturan kampung terdahulu karena peraturan tersebut lebih banyak memuat sisi filosofis dan historis dalam kehidupan bermasyarakat di Kampung Karanganyar secara keseluruhan, sehingga nilai-nilai orisinil  yang hidup di tengah-tengah masyarakat Kampung Karanganyar dapat dilestarikan. Selain dengan merujuk peraturan kampung yang telah ada, pengurus dapat meminta pendapat, saran dan masukan dari seluruh warga melalui pertemuan rutin warga di masing-masing RT mengenai apa saja yang perlu dijadikan konsep dasar dalam membuat peraturan di wilayah ini. Pendapat, saran dan masukan yang telah dinotulenkan kemudian dibawa dalam rapat seluruh pengurus RW dan RT.

Dalam rapat pengurus, ada dua alternatif yang dapat ditempuh untuk menyusun Perkam di RW 16  ini, yaitu:

  1. Pengurus RW dan RT membentuk Tim Perumus yang terdiri dari beberapa orang. Jumlah anggota tim dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas peraturan yang akan dibuat. Tim Perumus inilah nanti yang akan menggodog bahan-bahan yang akan dijadikan peraturan.
  2. Bahan-bahan peraturan yang sudah dikumpulkan, baik bahan peraturan yang sudah ada (Peraturan Kampung semasa RK maupun masukan, sumbang saran dan usulan dari warga) dirumuskan oleh seluruh pengurus RW dan RT.

Salah satu dari dua alternatif di atas dapat ditempuh untuk mewujudkan peraturan di RW 16, namun hal yang perlu dikedepankan dalam merumuskan Perkam RW 16 ini adalah hal-hal yang sangat penting, krusial dan menyangkut kepentingan umum  perlu diprioritaskan terlebih dahulu, sedangkan hal-hal lain yang bersifat komplementer dapat dirumuskan kemudian.

Dalam penyusunan dan perumusannya, bisa saja terjadi memerlukan waktu yang tidak instan, mengingat peraturan yang dibuat mengandung bahasa hukum serta kompleksitas materinya. Oleh karena itu, apabila pembuatan Perkam ini diperkirakan memerlukan waktu yang cukup panjang, maka perlu ada semacam time table sehingga Perkam ini dapat diwujudkan sesuai dengan yang telah direncanakan, karena hal ini terkait dengan masa kepengurusan. Jangan sampai dalam membuat Perkam ini prosesnya sudah mendekati berakhirnya masa kepengurusan yang mengakibatkan tidak efektifnya peraturan ini dalam masa kepengurusan yang sedang berjalan.

Akhirnya setelah perumusan peraturan selesai dibuat dan dianggap final, hasilnya dapat diterbitkan dalam bentuk yang sederhana, misalnya dalam bentuk buku saku yang wajib dimiliki oleh setiap kepala keluarga di RW 16 maupun warga pendatang yang bermukim di wilayah RW 16. Buku saku yang berisi profil RW 16 yang memuat visi dan misi dengan berbagai peraturan yang ada di dalamnya akan menjadi rambu-rambu dalam kehidupan bermasyarakat di RW 16 Karanganyar. Siapkah kita membuat Peraturan kampung ini di RW 16?

Iwan S
Ditulis dari kaki Merapi
Jl. Grafika 1 Yogyakarta